Npm : 11114178
Kelas : 2KA28
Tugas : 1 Kasus Perusahaan Bisnis
Mata Kuliah : Teori Organisasi Umum 2
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Dengan
maraknya transportasi di Indonesia yang
semakin banyak dan tidak sebanding dengan apa yang di dapat oleh para
pengguna atau masyarakat umum tentang
kenyamanan dan keamanan dan keselamatan yang ada. Transportasi yang akan di
bahas ini adalah TAXI terutama taxi Uber yang belakangan ini menjadi buah bibir
di masyarakat Indonesia dengan apa yang di tawarkan oleh Taxi Uber tersebut,
maka dari itu ini akan membahas tentang polemik dari taxi uber.
TEORI
Ø
PENYEBAB
KASUSNYA
A. Perusahaan
aplikasi penyewaan taksi terkenal, Uber, seperti tak pernah berhenti membuat
sensasi. Sayangnya, kebanyakan sensasi tersebut merupakan hal-hal yang bersifat
negatif, yang sebenarnya tidak baik untuk perkembangan perusahaan mereka.
Sebelumnya, Uber telah dihujat dan didemo oleh para supir taksi konvensional di
beberapa kota besar, termasuk dilarang
untuk beroperasi di Jakarta oleh Gubernur DKI Jakarta saat
ini, Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok). Belum selesai dengan masalah-masalah
tersebut, kini mereka sudah dihadapkan pada permasalahan-permasalahan baru,
seperti pandangan mereka tentang pengemudi perempuan, dan soal keamanan data
pengguna mereka.
Uber Yang Begitu Besar
Sebagai informasi, saat ini Uber
merupakan perusahaan pribadi dengan nilai jual yang paling tinggi di Amerika
Serikat. Dengan modal yang berjumlah 1,5 Miliar Dollar (sekitar 18 Triliun
Rupiah) yang diberikan oleh para investor, nilai jual mereka pun kini berada di
kisaran 17 Miliar Dollar (204 Triliun Rupiah). Ini semua berkat perkembangan
bisnis mereka yang demikian pesat. Saat ini, Uber telah hadir di 232 kota besar yang berada di 46 negara di dunia,
termasuk Jakarta. Pemasukan mereka dikabarkan mencapai 1 Miliar Dollar per
bulannya.
Semakin besar sebuah perusahaan,
pasti akan semakin besar pula hambatan yang menghadang. Pertanyaannya adalah,
apakah perusahaan tersebut mampu mengatasi hambatan tersebut dengan baik atau
tidak. Hal itu juga yang saat ini layak ditanyakan kepada Uber. Di awal
kemunculannya, Uber banyak mendapat pujian karena ia merubah bisnis taksi
tradisional yang mahal dan tidak praktis, menjadi sebuah bisnis berbasis
teknologi yang murah dan nyaman.
Namun semua pujian itu mulai luntur
seiring dengan tindakan-tindakan kurang baik yang dilakukan Uber. Para supir
taksi di kota-kota di mana Uber beroperasi, kompak menolak perusahaan teknologi ini karena
mereka menolak untuk mengikuti aturan sebagaimana layaknya penyedia jasa
transportasi umum. Hal ini juga mereka lakukan di Jakarta, sehingga Ahok dan
Dinas Perhubungan harus melarang beroperasinya Uber di jalanan ibukota.
Selain itu, mereka juga sering
melakukan tindakan-tindakan tak etis untuk menghancurkan lawan bisnisnya. Salah
satu hal yang paling dikecam adalah tindakan para pegawai Uber yang membuat
pemesanan palsu kepada Lyft, perusahaan penyewaan taksi
yang juga merupakan pesaing Uber di Amerika Serikat. Akhirnya, Lyft pun sibuk
menghadapi panggilan palsu tersebut, hingga mereka tak sempat memenuhi
pemesanan dari konsumen asli, sehingga mereka pun mengalami kerugian. Tak cukup
sampai di situ, Uber pun memanggil beberapa pengemudi Lyft secara terbuka, dan
menawarkan kompensasi jika mereka mau meninggalkan Lyft dan bekerja untuk Uber.
Tindakan Promosi Uber yang Menghina Perempuan
Sebuah layanan penyewaan taksi
seperti Uber, sudah seharusnya menawarkan sebuah layanan yang aman agar
mendapat kepercayaan dari para konsumennya. Kita sendiri pasti memilih-milih
jika ingin menggunakan taksi, dan biasanya hanya mau memberhentikan taksi-taksi
tertentu yang menurut kita aman untuk digunakan.
Sayangnya, beberapa kasus
telah membuktikan kalau Uber tidak memberikan layanan yang lebih aman dari
layanan taksi lainnya, terutama bagi kaum perempuan. Lebih jauh lagi, Uber
tampaknya tidak begitu menganggap keamanan bagi perempuan sebagai suatu hal
yang penting. Salah satu buktinya adalah kasus di mana seorang supir Uber di
Amerika Serikat yang ‘menculik’ seorang pelanggan perempuan yang mabuk dan
membawanya untuk menginap di sebuah kamar hotel. Selain itu ada juga kasus di
mana seorang pengemudi Uber yang terbukti melakukan penyerangan kepada seorang
pelanggannya. Setelah diselidiki, pengemudi tersebut ternyata mempunyai catatan
kriminal yang seharusnya telah diketahui oleh Uber, namun nyatanya Uber tetap
menerimanya sebagai pengemudi.
Kasus-kasus tersebut pun
diperparah lagi dengan Uber di Perancis yang membuat sebuah promo yang
seolah-olah merendahkan martabat perempuan. Dalam promosi tersebut, Uber di
kota Lyon, Perancis, mengajak para pelanggan pria untuk menyewa sebuah taksi
Uber yang dikendarai oleh seorang model cantik berpakaian seksi. Menurut Sarah Lacy, seorang jurnalis dari
PandoDaily, promosi itu seolah mengatakan kalau setiap perempuan yang
berprofesi sebagai pengemudi, layak diasosiasikan sebagai (maaf) pelacur. Dan
karena promosi tersebut, Sarah Lacy pun mengumumkan secara terbuka dalam sebuah
artikel kalau ia telah menghapus aplikasi Uber dari smartphone miliknya.
Bagaimana Keamanan Data Pengguna Uber?
Dalam permintaan maaf Uber
terkait pernyataan Emil Michael tersebut, mereka pun menambahkan kalau setiap
data pengguna di Uber akan selalu dijaga dan tidak digunakan untuk keperluan
apapun, apalagi untuk penyelidikan pribadi terhadap para jurnalis. Sayangnya,
hal tersebut juga terbantahkan karena ternyata mereka memiliki sebuah aplikasi
bernama God View, yang bisa digunakan untuk melacak data
setiap penggunanya. Seorang pimpinan Uber, Josh Mohrer, bahkan pernah melakukan
pelacakan terhadap seorang jurnalis Buzzfeed yang menggunakan Uber, Johana
Bhuiyan, dan kemudian memperlihatkannya kepada Johana.
Aplikasi God View ini, seperti
sensasi-sensasi Uber sebelumnya, juga mengundang perdebatan. Seorang senator
Amerika Serikat, Al Franken, bahkan sampai harus menyampaikan surat terbuka
kepada CEO Uber, Travis Kalanick, dan mengharuskan Travis untuk menjawab surat
tersebut sebelum tanggal 15 Desember 2014. Di antara isi surat tersebut adalah
pertanyaan tentang siapa saja yang bisa mengakses aplikasi God View tersebut,
termasuk tentang bagaimana pendapat Uber terkait pernyataan kontroversial Emil
Michael.
Ø
Siapa
yang harus bertanggung jawab
Sebenarnya
yang bertanggung jawab dari hal ini tentu ya perusahaan taxi uber tersebut
serta pemerintah yang mengatur pengelolaanya agar lebih baik dan benar, di
dukung oleh masyarakat yang memakai pengguna taxi uber tersebut agar dapat
mengawasi keamanan, keselamatan dan ketertiban dalam lalu lintas dan tidak
terjadi polemik lagi di masyarakat.
Ø Kondisi saat ini bagaimana cara mengatasinya?
Dengan semua berita negatif
tersebut, perjalanan Taksi Uber ke depan pasti akan penuh hambatan. Apalagi
Uber menjalankan sebuah bisnis yang membutuhkan kepercayaan yang besar dari
para penggunanya. Apabila mereka tidak cepat-cepat mengatasi semuanya, dan
mengembalikan kepercayaan para pengguna mereka, kebesaran Uber bisa tinggal
cerita.
Lalu bagaimana dengan
perjalanan Taksi Uber di Indonesia? Uber seharusnya cepat-cepat menyelesaikan
permasalahan mereka dengan Dinas Perhubungan terkait izin beroperasi di DKI
Jakarta, yang nantinya akan memutuskan apakah layanan seperti Uber ini sudah
memenuhi aturan atau belum. Dengan begitu banyaknya taksi di Jakarta, apalagi
beberapa di antaranya sudah mengadopsi teknologi pemesanan seperti yang
digunakan oleh Uber, tampaknya tidak akan banyak yang kecewa jika Uber akhirnya
tidak ada lagi di Jakarta.
Analisis
Dari kondisi saatini dapat di
analisis dan di simpulkan bahwa memang taxi uber saat ini masih menjadi polemik
di masyarakat karena masih banyak kekurangan dan kelemehan jika tidak segera
diatasi taxi uber ini akan rugi besar, maka dari itu perusahaan taxi uber harus
segera merombak seluruh aturan yang ada di perusahaan agar masyarakat pengguna
taxi uber tersebut lebih nyaman dan aman
jika menggunkanya.
Referensi
http://aitinesia.com/taksi-uber-dari-dilarang-beroperasi-hingga-mengancam-untuk-menyadap-jurnalis/
www.kompas.com
www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar